Media Sosial vs Jurnalisme: Siapa yang Menang di Era Informasi?

Media Sosial vs Jurnalisme: Siapa yang Menang di Era Informasi?

0 0
Read Time:57 Second

Media sosial telah mengubah cara orang mengonsumsi berita. Kini, informasi lebih sering datang dari timeline dibanding koran atau televisi. Pertanyaannya, apakah jurnalisme tradisional masih bisa bertahan di era dominasi media sosial?

Media sosial menawarkan kecepatan. Berita bisa viral hanya dalam hitungan menit. Namun, kecepatan ini sering kali mengorbankan akurasi, memunculkan fenomena hoaks yang sulit dibendung.

Jurnalisme tradisional berusaha beradaptasi. Banyak media besar kini aktif di platform digital, mencoba menyajikan berita cepat tanpa kehilangan kredibilitas.

Namun, algoritma media sosial sering kali lebih mementingkan sensasi dibanding kualitas. Akibatnya, berita palsu sering mendapat perhatian lebih besar daripada liputan serius.

Generasi muda cenderung lebih percaya influencer daripada jurnalis. Mereka melihat tokoh online sebagai sumber berita, meski sering kali tanpa verifikasi.

Di sisi lain, media sosial juga memberi ruang bagi jurnalisme warga. Siapapun bisa melaporkan kejadian langsung dari lokasi, tanpa perlu izin redaksi.

Namun, ini menimbulkan dilema. Jika semua orang bisa jadi “wartawan”, bagaimana membedakan informasi valid dari manipulasi?

Organisasi media kini mendorong literasi digital. Tujuannya agar masyarakat bisa lebih kritis dalam memilah informasi.

Kesimpulannya, media sosial tidak akan sepenuhnya menggantikan jurnalisme. Sebaliknya, keduanya akan saling melengkapi, meski persaingan untuk memperebutkan kepercayaan publik akan semakin ketat.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %