Dilema Etika di Balik Kecerdasan Buatan (AI) Generatif: Kasus Plagiarisme dan Hak Cipta

Dilema Etika di Balik Kecerdasan Buatan (AI) Generatif: Kasus Plagiarisme dan Hak Cipta

0 0
Read Time:57 Second

San Francisco – Ledakan popularitas model Kecerdasan Buatan (AI) generatif, seperti GPT dan image generator seperti Midjourney, telah memicu dilema etika dan hukum besar-besaran, terutama terkait isu hak cipta dan plagiarisme. Sistem AI ini dilatih menggunakan triliunan data, termasuk teks, foto, dan karya seni yang diambil dari internet, seringkali tanpa izin atau kompensasi kepada pencipta aslinya.

Sejumlah gugatan hukum kelas telah diajukan oleh seniman, penulis, dan penerbit besar di Amerika Serikat dan Eropa, menuduh perusahaan AI melanggar hak cipta secara massal untuk tujuan komersial. Isu inti perdebatan ini adalah apakah output yang dihasilkan oleh AI, yang mungkin menyerupai gaya seorang seniman tertentu, dianggap sebagai karya transformatif (seperti parodi atau karya seni baru) atau sekadar salinan yang diturunkan (derivative work).

Regulator global, termasuk Uni Eropa dengan AI Act-nya, mulai menuntut transparansi. Mereka mewajibkan pengembang AI untuk mengungkapkan data pelatihan apa yang mereka gunakan (data provenance) dan memberikan mekanisme bagi pencipta untuk memilih agar karya mereka tidak digunakan dalam pelatihan AI di masa depan (opt-out). Solusi jangka panjang mungkin terletak pada sistem kompensasi mikro yang secara otomatis membayar pencipta asli setiap kali karya mereka digunakan untuk melatih atau memengaruhi output AI.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %